Rabu, 14 Januari 2015

LAPORAN PENDAHULUAN DECOMPENSASI CORDIS

LAPORAN PENDAHULUAN DECOMPENSASI CORDIS

  1. Pengertian
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung.
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik yang mana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
  1. Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,gagal jantung terbagi atas :
a.       Gagal jantung kiri
Gagal jantung kanan,dan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, pulsusu alternans, ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.
b.      Gagal jantung kanan
Timbul edema,liver engorgement, anoreksia, dan kembung.Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur,tanda tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan pitting edema.
c.       gagal jantung kongestif
Terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
  1. Kelas 1 ; Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
  2. Kelas 2 ; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
  3. Kelas 3 ; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
  4. Kelas 4 ; Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus tirah baring.


3.Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomiyopati.Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung).

4.Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup,dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung,ada tiga mekanisme primer yang dapat di lihat :
  • Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik,
  • Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron, dan
  • Hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Meurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung.Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :
  1. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,
  2. Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus,
  3. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I,
  4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
  5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan
  6. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium ; tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung, sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.

5.Manifestasi Klinis
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem pulmonal antara lain :
  • Lelah
  • Angina
  • Cemas
  • Oliguri. Penurunan aktifitas GI
  • Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara lain :
  • Dyppnea
  • Batuk
  • Orthopea
  • Reles paru
  • Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
  • Edema perifer
  • Distensi vena leher
  • Hari membesar
  • Peningkatan central venous pressure (CPV)
6.Komplikasi
Komplikasi dari decompensasi cordis adalah:
    1. Syok kardiogenik
    2. Episode tromboemboli
    3. Efusi dan tamporiade pericardium
  1. Pencegahan
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan, terutama pada kelompok dengan risiko tinggi.
    1. 1.Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard.
    2. Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan.
    3. Pengobatan hipertensi yang agresif.
    4. Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung.
    5. Memerlukan pembahasan khusus.
    6. Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari.
  1. Penatalaksanaan
    Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :
1. Non medikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar–benar dengan tirah baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
Sering tampak gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
2. Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung. Sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N atriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut.
3. Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
1.      Revaskularisasi (perkutan, bedah).
2.      Operasi katup mitral.
3.      Aneurismektomi.
4.      Kardiomioplasti.
5.      External cardiac support.
6.      Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
7.      Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
8.      Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.
9.      Ultrafiltrasi, hemodialisis.
  1. Pemeriksaan Penunjang
1.      Foto polos dada
a.       Proyeksi A-P; tonus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, Cefalisasi arteria pulmonalis.
b.      Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran ventrikel dextra. 
2. EKG
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gelombang mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambar atrium fibrasi.

3.Kateterisasi jantung dan sine angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.







Konsep Asuhan Keperawatan

A.Pengkajian
1.      Aktivitas dan Istirahat
o Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (keringat malam hari).
o Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.
2.      Sirkulasi
o Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
o Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.
3.      Integritas Ego
o Tanda: Menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna, kepribadian neurotik.
4.      Makanan / Cairan
o Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
o Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.
5.      Neurosensoris
o Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
o Tanda: Kelemahan


6.      Pernafasan
o Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
o Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.
7.      Keamanan
o Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
o Tanda: Kelemahan tubuh
8.      Penyuluhan / pembelajaran
o Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
o Tanda: Menunjukan kurang informasi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas miokardial / perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intersensil.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama\/mobilisasi.

C. Intrervensi Keperawatan
  1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik,  Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,  Perubahan structural
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia   terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi:
  • Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
  • Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
  • Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
  • Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
  • Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
  • Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat  sesuai indikasi  (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

  1. Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat dengan kriteria hasil ph darah normal, pasien tidak menggunakan alat bantu.
Intervensi:
·         Pantau bunyi nafas
Rasional: menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret
·         Ajarkan px batuk efektif, nafas dalam
Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen
·         Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia. Berikan obat/ oksigen sesuai indikasi.
Rasional: membantu dalam proses penyembuhan pasien
  1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan,  Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klin dapat berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,  mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi:
  • Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
  • Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
  • Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung  daripada kelebihan aktivitas.
  • Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.











Daftar Pustaka
Doengoes Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, penerbit Buku Kedokteran EGC,2002, Jakarta
Nursalam M.Nurs. Managemen Keperawatan: aplikasi dalam praktik keperawatan profesional,2002, FKUI, Jakarta
Guyton, Arthur C,1996, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta





Read More ->>

Pages

Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info
Free Taz ani Cursors at www.totallyfreecursors.com

naruto

cctv

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Followers

About Me

Followers

Popular Posts